Dalam dunia bisnis, aset seperti mesin dan peralatan mahal adalah hal yang bisa dilakukan proses depresiasi. Lalu, depresiasi adalah? Alih-alih ingin merealisasikan seluruh biaya aset di tahun pertama, perusahaan dapat menggunakan metode depresiasi untuk menyebarkan biaya dan pencocokan biaya dengan pendapatan terkait dalam periode pelaporan yang sama.
Nah, apakah kamu sudah kenal betul dengan depresiasi? Untuk lebih jelasnya, yuk simak langsung penjelasannya di bawah ini!
Apa Itu Depresiasi?
Dilansir dari Tokopedia Blog, depresiasi adalah penyusutan atau proses akuntansi dalam mengalokasikan biaya aktiva berwujud untuk menjadi beban dengan cara sistematis dan rasional selama periode mendapatkan manfaat dari penggunaan tersebut.
Depresiasi adalah kata lain dari penyusutan yang dianggap sebagai biaya non-tunai karena tidak mewakili arus kas keluar yang sebenarnya. Seluruh pengeluaran kas mungkin dibayarkan pada awalnya saat aset dibeli, tetapi biaya dicatat secara bertahap untuk tujuan pelaporan keuangan. Hal ini karena aset memberikan manfaat bagi perusahaan dalam jangka waktu yang lama. Tapi biaya penyusutan masih mengurangi pendapatan perusahaan yang berguna untuk keperluan pajak.
Baca Juga: Sell in May and Go Away: Efektifkah untuk Indonesia?
Metode Depresiasi
Depresiasi adalah erat kaitannya dengan nilai penyusutan sebuah aset. Nah, ada beberapa metode yang ada pada depresiasi, contohnya seperti:
1. Metode Garis Lurus (Straight-Line Method)
Metode Garis Lurus (Straight-Line Method) adalah metode yang paling sering digunakan untuk menghitung beban penyusutan. Metode ini fokus pada penyusutan sebagai fungsi dari waktu dan bukan dari fungsi penggunaan.
Nah, metode ini bisa dihitung dengan rumus sebagai berikut:
- Biaya penyusutan = (Biaya perolehan aset – nilai residu) / (masa manfaat aset)
Contoh:
(Rp200 juta – Rp20 juta) / 2 tahun = Rp90 juta
Namun, penggunaan metode ini dinilai kurang realistis. Hal ini karena kegunaan aset diasumsikan sama setiap tahunnya.
2. Metode Beban Menurun (Double-Declining Method)
Metode beban menurun atau Double-Declining Method adalah metode penyusutan dipercepat yang mengalokasikan beban penyusutan lebih tinggi pada tahun awal dan beban lebih rendah pada periode selanjutnya.
Nah, tujuan utama metode depresiasi adalah menjadikan beban penyusutan lebih banyak pada tahun awal karena aktiva mengalami penurunan pada tahun tersebut.
3. Metode Aktivitas (Unit Penggunaan)
Metode depresiasi jenis ini mengasumsikan penyusutan sebagai fungsi dari produktivitas atau penggunaan dan bukan lagi dari segi waktu yang sudah berlalu. Contohnya seperti, penentuan umur penyusutan mesin produksi tidak memiliki masalah tertentu karena penggunaan relatif mudah diukur.
Contohnya mesin produksi digunakan sebanyak 5000 jam di tahun pertama dan diasumsikan bahwa secara total mesin produksi memilih kapasitas untuk bekerja selama 25000 jam, maka beban penyusutannya dapat dihitung sebagai berikut:
- Beban penyusutan = (Rp200 juta – 20 juta) x 5000 jam) / 25000 = Rp36 juta
Tetapi, metode ini memiliki keterbatasan lantaran tidak tepat digunakan pada situasi penyusutan berdasarkan waktu dan bukan aktivitas.
Baca Juga: 3 Tips dan Cara Membuat Tabel Menabung Harian
4. Metode Depresiasi Khusus
Kita pasti sudah tahu betul bahwa depresiasi adalah metode untuk mengetahui penyusutan manfaat aset perusahaan. Tetapi untuk beberapa kasus, perusahaan tidak bisa memilih salah satu metode depresiasi di atas lantaran aktiva yang terlibat memiliki karakter yang unik dan membutuhkan penerapan khusus.
Nah, ada dua metode yang bisa kamu terapkan pada kasus ini, yaitu:
- Metode kelompok: Metode ini sering digunakan pada aktiva yang cukup homogen dan memiliki fungsi yang hampir sama.
- Metode campuran: Metode ini bisa diterapkan sesuai dengan keinginan akuntan.
Nah, apakah informasi di atas tentang depresiasi cukup bermanfaat untuk kamu?
Yuk, tingkatkan literasi keuanganmu tentang investasi saham dan reksa dana hanya di SFAST!
Mau #DudukSantaiTapiCuan? Yuk, investasi saham dan reksa dana hanya di SFAST!